Welcome to "Hukum Kesehatan"

Blog ini khusus menyajikan informasi seputar masalah hukum dan kesehatan..

Sabtu, 09 April 2011

Bagaimana Pelayanan Kesehatan Gratis Setelah MTKP terbentuk di Sulsel …?

Gubernur Sulawesi Selatan telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 146 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) Sulawesi Selatan, dengan keluarnya Pergub ini maka prospek jaminan terpenuhinya pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin baik. Dikeluarkannya Pergub 146 ini karena tuntutan kemapanan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang semakin maju, seiring kebijakan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terntang pelayanan kesehatan gratis.
Konotasi pelayanan kesehatan gratis pada opini masyarakat cenderung berpendapat negative seperti pelayanan yang seadanya, atau bahkan dipahami sebagai pelayanan kesehatan dengan kualitas standar menengah kebawah. Hal ini bukan anggapan yang salah, dan tentunya pendapat ini cukup beralasan, mengapa demikian ?.
Ada lima pendapat masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sesuai latar belakang pemikiran Parasuraman dalam hal mutu pelayanan public yaitu;
1.      Reliability (Kehandalan petugas)
Pada aspek kehandalan ini anggapan terhadap pelayanan gratis menunjukkan pemahaman pada masyarakat bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan adalah  jenis pelayanan kualitas nomor dua dengan tenaga yang melayani merupakan tenaga lapisan kedua, bisa dilayani oleh asisten atau dilayani oleh tenaga yang bukan ahlinya. Pendapat ini wajar disikapi sebagai bukti kemapanan masyarakat yang sudah memiliki option dalam pengambilan keputusan terhadap pelayanan public yang dibutuhkannya.
2.      Responsiveness (daya tanggap/pelayanan yang segera)
Pelayanan yang segera menunjukkan sikap profesionalisme petugas yang maju, anggapan terhadap maju adalah sesuatu yang mahal, dan anggapan terhadap gratis adalah sesuatu yang terkebelakang, hal ini menunjukkan permasalahan tehadap pelayanan kesehatan gratis dalam opini masyarakat akan menyatakan adalah pelayanan yang diberikan setelah pelayanan terhadap orang tertentu selesai dilayani atau dengan kata lain mendapatkan pelayanan yang tidak segera, bahkan membutuhkan proses birokrasi yang panjang dan membutuhkan proses administrasi dengan berkas yang banyak dan membutuhkan banyak legitimasi tanda tangan, berbeda dengan pelayanan yang dibayar mahal akan diberikan dengan segera bahkan lebih cepat dari yang diharapkan dengan birokrasi yang diperpendek. Pelayanan yang diberikan secara gratis biasanya tidak berbasis keluhan atau tidak seperti yang diinginkan oleh pelanggan, karena pelayanan yang bersifat gratis lebih pada bersifat jatah atau bloc grand, sehingga mau tidak mau pelanggan harus mengambilnya, kenyataan ini memang terjadi pada pelayanan kesehatan gratis, misalnya kelas yang berikan hanya kelas III kebawah dengan jatah obat yang sudah ditentukan mereknya dengan konotasi harga obat yang murah, ataupun jenis pelayanan yang diberikan terbatas bisa saja hanya sampai pada pelayanan dasar belum pada pelayanan tindak lanjut.
3.      Assurance (Jaminan kepastian hasil pelayanan)
Jaminan kepastian hasil pelayanan merupakan harga jasa oleh karena adanya transaksi pembayaran yang mahal, prinsip ini secara umum sudah tertanam difikiran masyarakat bahwa sesuatu yang mahal lebih memberikan jaminan dibandingkan dengan yang murah apalagi itu didapatkan secara gratis, ada keraguan dimasyarakat apakah ada jaminan hasil yang baik jika didapatkan secara gratis….???. petanyaan ini sering timbul dimasyarakat keadaan ini sudah terpatri sejak jaman orde baru, karena pelayanan gratis di sektor kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru dan bukan pula hal yang hebat ataupun luar biasa, sebab pelayanan gratis pada sektor kesehatan sudah ada sejak jaman orde baru seperti adanya pelayanan gratis di Posyandu, pemberian oralit, vitamin A, imunisasi dan pelayanan KB yang bisa didapatkan secara gratis, tetapi apa yang terjadi,  ternyata tingkat partisipasi masyarakat di Posyandu sejak jaman orde baru hingga dijaman reformasi ini tidak pernah melebihi 40 %, artinya ada 60 % masyarakat yang tidak mau diberikan secara gratis mereka lebih memilih pelayanan dengan membayar seperti di rumah sakit swasta ataupun di dokter dan bidan praktik swasta.
4.      Empathy (sikap empati petugas)
Sikap seperti ini bagi masyarakat sulit didapatkan, hal ini sejalan dengan rasa rendah diri dan kurang percaya diri pada masyarakat oleh karena jasa yang digunakan adalah jasa pelayanan gratis, sehingga perlu adanya sikap simpati petugas yang menunjukkan adanya kepedulian petugas terhadap penderitaan masyarakat, kenyataan ini sulit terjadi oleh karena sifat manusiawi pada petugas yang secara otomatis timbul dengan adanya rasa perbedaan terhadap masyarakat berdasarkan status sosialnya, yang tentunya pelayanan gratis menjadi penyebab utamanya.
5.      Tangible (bukti langsung)
Kenyataan pada dimensi bukti langsung sudah cukup lama dirasakan oleh masyarakat, sejak masyarakat sudah mulai mengenal pelayanan kesehatan yan diberikan oleh badan swasta dan pemerintah selalu saja masyarakat merasakan adanya perbedaan bukti lansung seperti tingkat kesembuhan, tingkat kepuasan dan bahkan sikap keramahan petugas, tawaran pelayanan gratis tentunya menjadi sebuah dilemma bagi masyarakat dengan membandingkan dulu saja ketika dibayar seperti itu pelayanannya bagaimana jika sudah menjadi gratis…????.
Meskipun maksud pelayanan kesehatan gratis bukan untuk mengecilkan ataupun menurunkan mutu layanan kesehatan di Sulawesi Selatan, namun kenyataan anggapan seperti ini sulit dihindari oleh karena sudah sejak lama terpatri di hati masyarakat terhadap rendahnya mutu layanan kesehatan yang diberikan oleh institusi pelayanan kesehatan pemerintah, hal ini sesuai pemikiran kelompok masyarakat maju yang selalu beranggapan pelayanan kesehatan jauh lebih berkualitas di luar negeri seperti di Singapore dibandingkan pelayanan kesehatan di Indonesia, kenyataan yang dijadikan contoh oleh masyarakat adalah ketika Bpk. Gubernur Sulawesi Selatan berobat ke Singapore, menunjukkan bahwa Gubernur saja meragukan mutu layanan kesehatan di Sulawesi Selatan yang nota bene tidak mungkin seorang Gubernur mendapatkan pelayanan yang biasa-biasa saja, baggaimana dengan masyarakat yang mendapatkan pelayanan yang biasa-biasa saja…???.
Masyarakat tidak memahami pengobatan Bpk. Gubernur ke Singapore adalah karena standar pelayanan kesehatan yang menjadi hak seorang Gubernur ataupun karena Bpk. Gubernur membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih spesifik yang mungkin saja belum tersedia di Indonesia khususnya di Makassar.
Menjawab keraguan tersebut, adalah yang terbaik dengan dibentuknya Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) Sulawesi Selatan, mengapa demikian ?, ada 12 (dua belas) alasan perlunya MTKP dibentuk selain menindak lanjuti Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161 Tahun 2010, yaitu;
1.      Oleh karena cukup banyaknya institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terbentuk sehingga sulit dilakukan pengawasan mutu
Jumlah institusi pendidikan tenaga kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan baik Jenjang Pendidikan Tingi (JPT) maupun Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) lebih kurang mencapai 300 institusi, sedang yang terkontrol dalam pengawasan pemerintah (Dinas Kesehatan) hanya sebanyak 94 institusi hal ini berarti ada lebih 200 an institusi yang tidak diketahui proses pendidikan tenaga kesehatan apakah sudah sesuai standar profesi atau belum.
2.      Oleh karena adanya kebijakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dengan ditetapkannya UU Nomor 20 Tahun 2003 ini maka memberi peluang bagi institusi tenaga kesehatan untuk tidak dalam pengawasan Departemen Kesehatan, hal ini sejalan dengan kebijakan bahwa institusi pendidikan hanya dalam pengawasan Departemen Pendidikan Nasional.
3.      Oleh karena semakin banyaknya variansi jenis pendidikan/spesifikasi tenaga kesehatan
Saat ini variansi jenis pendidikan tenaga kesehatan semakin bervariasi sebagai contoh pendidikan profesi kepeawatan yang semula hanya ada dua jenis yaitu SPK dan Akademi Keperawatan, saat ini sudah bermunculan D IV Keperawatan, S-1 Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners, demikian pula pada profesi lainnya seperti kebidanan, gizi, keperawatan gigi, analis kesehatan dan lain sebagainya. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlunya dilakukan antisipasi semakin jauhnya keahlian tenaga kesehatan dari kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.
4.      Oleh karena cukup banyaknya kasus-kasus mal praktik di lingkup pelayanan kesehatan
Kasus mal praktik di lingkup pelayanan kesehatan di Indonesia meningkat dari 2,3 juta kasus tahun 2006 meningkat menjadi 3,7 juta kasus sampai pada bulan Maret 2010, dan keadaan ini memiliki potensi terjadi peningkatan yang lebih tajam oleh karena semakin tidak terkontrolnya kompetensi tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan, sebagai contoh kasus mal parkatik di Parepare, Bone dan di Majene Sulawesi Barat.
5.      Oleh karena semakin memingkatnya kemapanan masyarakat
Kemapanan masyarakat selalu berbanding lurus dengan semakin tingginya tuntutan terhadap mutu layanan yang diharapkan terutama dalam hal pelayanan kesehatan, tempat pelayanan kesehatan dan tenaga professional yang melayani selalu berimplikasi dengan tingkat sosial masyarakat.
6.      Oleh karena dijadikannya pelayanan kesehatan sebagai komoditas politik
Sejak ramainya calon bupati dan gubernur di Indonesia menjadikan pelayanan kesehatan sebagai janji politiknya maka tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin kritis, bahkan dijadikan senjata bagi lawan politk untuk menilai ketidak berhasilan pemerintah yang berkuasa, sebab pelayanan kesehatan merupakan kebijakan yang rawan dan enak dijanjikan bagi masyarakat sebab pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan yang tidak memiliki batasan nilai, berapapun nilai yang ditukarkan selama itu untuk keberlangsungan keadaan kesehatan maka masyarakat siap membayarnya.

7.      Oleh karena adanya persaingan global pada pelayanan kesehatan
Diera informasi saat ini komunikasi antar penduduk dunia sudah tidak memiliki batas lagi, yang membuat seolah-olah sudah tidak ada batas negara dan sudah tidak ada batasan tempat bekerja siapa saja bisa kerja dimana saja yang dia diinginkan, tentunya ini bisa dilihat sebagai peluang namun juga sebagai ancaman, terutama jika SDM kita belum siap untuk bersaing secara global, dan ancaman yang berasal dari bangsa sendiri yaitu tidak adanya batasan lulusan institusi pendidikan t6enaga kesehatan dari daerah lain dapat bekerja di provinsi Sulawesi Selatan.
8.      Oleh karena kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin lebih spesifik
Sejalan dengan berkembangan jasa pelayanan kesehatan, banyak hal yang menyangkut pelayanan kesehatan seharusnya sudah sudah diberikan kepada masyarakat secara spesifik namun karena kompetensi tenaga kesehatan tidak terseleksi secara spesifik maka pelayanan yang diberikan masih bersifat pelayanan umum, hal ini belum sesuai dengan strata pelayanan kesehatan yang terdiri dari primary health care, secondary health service dan tertiary health service. Dan oleh karena kompetensi yang belum spesifik membuat pelayanan yang terjadi belum berdasarkan tiga strata pelayanan kesehatan.   
9.      Oleh karena adanya anggapan rendahnya mutu layanan kesehatan di Indonesia
Asumsi tentang mutu pelayanan kesehatan di Indonesia sudah menjadi pendapat umum jika masih berada dibawah standar kelayakan, meskipun asumsi ini masih bersifat isu namun sangat mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih sarana pelayanan kesehatan, sehingga sebagian besar masyarakat menjatuhan pilihannya pada institusi pelayanan kesehatan yang tidak memiliki jaminan pelayanan dari pemerintah.
10.   Oleh karena perlunya menindak lanjuti kebijakan strategi pembangunan nasional di sektor kesehatan
Startegi pembangunan nasional di sektor kesehatan memiliki visi dan misi yang dituangkan dalam system kesehatan nasional dengan salah satu sub sistemnya adalah Pengembangan, Pendayagunaan dan Pembedayaan Tenaga Kesehatan yang tentunya perlu dilakukan pengelolaan sub sistem ini sehingga system kesehatan dapat berproses sesuai strategi pembangunan nasional.
11.   Oleh karena belum diterapkannya standar pelayanan kesehatan secara ideal
Pelayanan kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada pasal 51 ayat (2) menyebutkan bahwa Upaya pelayanan kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. Dan setiap pemerintah daerah di Provinsi wajib membuat Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerahnya masing-masing, namun hal ini sebagian besar pemerintah provinsi di Indonesia belum menerapkan sepenuhnya terutama dalam hal penerapan pelayanan lanutan, hal ini disebabkan belum dilakukannya standar profesi bagi tenaga pengelola.
12.   Oleh karena belum diterapkannya standar profesi bagi tenaga kesehatan secara ideal
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1995 Tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi Dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan, dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan standar profesi. Dan setiap profesi tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak lansung memiliki standar profesi yang ditetapkan berdasarkan peraturan menteri kesehatan. Namun hinga saat ini sebagian besar rofesi kesehatan belum menerapkan secara ideal bagi seluruh anggotanya yang melakukan pelayanan kesehatan di masyarakat.
Berdasarkan alasan tersebut maka maka keraguan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan bias terjawab, meskipun hal ini butuh proses dalam waktu yang tidak singkat, namun sebagai langkah awal Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan telah melakukan upaya yang terbaik khususnya dalam melakukan pengawalan kebijakan Gubernur Tentang Pelayanan Kesehatan Gratis yang berarti pelayanan kesehatan gratis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan dilakukan oleh tenaga-yang kompeten dan telah teruji, mengapa demikian ? 
Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) Sulawesi Selatan merupakan MTKP yang kelima terbentuk di Indonesia setelah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Barat, MTKP Sulawesi Selatan memiliki tugas utama melakukan uji kompetensi tenaga kesehatan yang akan bekerja di Sulawesi Selatan, dengan standar penujian yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Provesi (BNSP). Hal ini sesuai kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 161/I/2010. (khr. Basorah’2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar